Salah Jurusan Berujung Kesyukuran: Cerita Mahasiswa Ilmu Perpustakaan
Sumber: unsplash.com/@hyingchou |
Menjadi seseorang yang dianugerahi privilege untuk dapat berkuliah adalah nikmat dari Tuhan. Tapi, apakah kamu pernah merasa salah jurusan? Saya yakin banyak dari kita yang pernah berpikir seperti ini.
Saya termasuk salah satu di antaranya. Berkuliah di jurusan ilmu perpustakaan bukanlah pilihan pertama saya. Bahkan tidak pernah masuk dalam rencana. Awalnya saya sudah mantap memilih jurusan psikologi, yang jadi impian saya sejak masih duduk di bangku kelas 3 (tiga) SMP.
Maka, setelah lulus SMA, saya mendaftar lewat beberapa jalur penerimaan universitas dan hanya fokus memilih jurusan psikologi. Namun, tidak ada satupun yang membuahkan hasil. Setelah ditolak untuk keempat kali, saya putuskan untuk menyerah. Sepertinya, Tuhan memang punya rencana-Nya sendiri.
Setelah berbagai penolakan tersebut, saya akhirnya putuskan untuk mendaftar di jurusan lain. Jurusan yang bahkan belum pernah saya dengar sebelumnya. Alasannya? Tidak ada, pada saat itu saya hanya iseng dan tidak berharap akan diterima. Namun, sekarang saya sadar bahwa Tuhan telah benar-benar memilihkan jalan yang sempurna bagi saya.
Merasa salah Jurusan, Menolak Move On
Fakta bahwa saya diterima dan akan menjadi mahasiswa memang sedikit menutup luka akibat penolakan-penolakan sebelumnya. Namun, menyandang status sebagai mahasiswa dari jurusan “kurang terkenal” tetap memberikan pressure yang kuat dan rasa minder pada awal perkuliahan.
Kebetulan pada permulaan masa perkuliahan, saya menjalani proses kuliah secara online hingga semester kedua karena pandemi covid-19. Selama berkuliah secara daring saya seringkali merasa tidak senang dengan teman-teman sekelas dan pernah berpikiran untuk tidak mengenal dan menjauh dari mereka. Saya terus-menerus menolak dan menjauhkan diri untuk bergaul dengan teman sekelas.
Nampaknya, saya memang masih belum bisa move on dari kegagalan kemarin. Saya masih ingin mengejar impian masuk jurusan psikologi. Rasa penasaran, kecewa, marah, dan frustasi masih bercokol di hati terdalam.
Alhasil, saya yang dulunya aktif dalam pembelajaran berubah malas saat menanggapi penjelasan dari dosen. Selama waktu itu, saya hanya mengejarkan tugas seadanya bahkan saya lebih rajin saat belajar untuk tes penerimaan mahasiswa tahun depan. Saya memang berniat untuk pergi dari jurusan Ilmu Perpustakaan ini dan mengejar jurusan impian.
Dari Fase Denial hingga Acceptance
Setelah setahun penuh, pandemik corona mulai mereda dan perkuliahan tatap muka akan segera diadakan. Itu berarti semester tiga sudah di depan mata dan dari sinilah perubahan itu berawal.
Dikarenakan lokasi kampus berada di luar kota, maka merantau menjadi keharusan. Saya kemudian bertolak menuju kota tempat saya berkuliah.
Karena satu dan lain hal, saya juga memutuskan untuk tidak mengikuti tes penerimaan mahasiswa baru tahun ini. Rencana untuk pergi-pindah jurusan, saya simpan di dalam hati saja. Mungkin sudah waktunya untuk menerima kenyataan dan membuka hati (?)
Setelah beberapa bulan menjalani perkuliahan di kampus, saya mulai menemukan kembali ritme hidup. Terutama ketika akhirnya saya dapat belajar mata kuliah khusus di jurusan ilmu perpustakaan. Saya merasa bisa semakin membuka diri untuk menerima jurusan ini.
Berawal dari ketertarikan pada matkul klasifikasi, saya bisa menemukan alasan kuat untuk terus bertahan. Ternyata, di dalam jurusan Ilmu Perpustakaan ada mata kuliah yang sangat menarik.
Mahasiswa kupu-kupu, tapi punya pengalaman
"Mahasiswa kupu-kupu" (kuliah-pulang) adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan diri saya. Soalnya, saat masih kuliah, kegiatan saya biasanya hanya berputar di situ-situ saja. Tidak mengikuti kegiatan apapun dengan alasan memilih mengisi waktu sehabis kuliah dengan istirahat dan mengerjakan tugas. Namun setelah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada semester tujuh, adalah turning point terbesar saya selama berkuliah jurusan ilmu perpustakaan.
Setelah selesai PKL, dosen dan kepala perpustakaan tempat saya praktik menawarkan saya untuk lanjut magang di perpustakaan fakultas. Dari empat belas orang peserta, hanya saya yang mendapatkan penawaran. Tentunya, saya merasa senang dan langsung menerima tawaran ini.
Walaupun sebentar lagi saya sudah harus menyusun skripsi, tawaran tersebut tetap saya ambil. Alasannya? karena saya merasa ini adalah jawaban dari Tuhan karena sebelumnya saya khawatir apabila akan lulus tanpa pengalaman sedikit pun. Belum lagi, saya sadar tinggal di negara (baca: Indonesia) dengan syarat kerja yang mencekik .
Oleh karena itu, sebagai konsekwensi atas keputusan itu, saya menjalankan dua peran secara bersamaan. Menyusun skripsi; dan bertanggung jawab di perpustakaan. Selama magang, saya juga pernah ikut dalam beberapa kegiatan salah satunya menjadi pembicara dalam kegiatan literasi informasi yang di adakan oleh perpustakaan fakultas.
Durasi magang saya bisa dibilang cukup singkat karena saya hanya punya waktu satu tahun sebelum lulus. Belum lagi, ada skripsi yang mesti segera diselesaikan. Namun, berkat usaha dan doa, saya bisa melewati semua itu.
Saya berhasil menyelesaikan skripsi dan akhirnya lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Ditambah, saya didaulat menjadi lulusan terbaik di angkatan wisuda saya. Siapa sangka semua ini saya dapatkan hanya dalam kurun waktu setahun.
Effort vs Luck
Semua capaian dan pengalaman yang saya dapatkan benar-benar tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Saya bahkan tidak pernah mengharapkan apapun selama berkuliah mengingat saya hanya mahasiswa kupu-kupu. Tapi di akhir masa perkuliahan sepertinya keberuntungan berpihak kepada saya.
Saya tidak menyangkal bahwa semua yang saya peroleh adalah sebuah keberuntungan besar, tapi apa benar ini hanya luck semata?
Saya sadar bahwa luck ini adalah hasil dan jawaban dari effort dan doa saya selama berkuliah. Salah satunya adalah kesempatan magang yang berawal dari panggilan kepala perpustakaan tempat saya PKL yang juga dosen klasifikasi pada semester tiga. Ternyata kegigihan saya dan usaha dalam belajar mata kuliah klasifikasi saat itu membawa saya bertemu dengan keberuntungan.
Kemujuran tidak datang pada setiap orang, tapi berbeda dengan usaha yang pada dasarnya bisa dilakukan semua siapapun. Walaupun kamu hanya mahasiswa kupu-kupu, tapi percayalah bahwa kesempatan untuk mendapat pengalaman itu ada dimana saja.
Kamu bisa mengikuti program-program seperti Internship Remote atau fokus dalam meningkatkan skill yang dibutuhkan saat akan mencari pekerjaan sebelum kamu lulus kuliah. Saya yakin setiap usaha akan selalu diikuti keberuntungan.
Penulis: Nahla Tukolrima Mashar
Editor: Maulana Hasan