YOGYAKARTA - Hoax atau berita bohong telah menjadi masalah bagi peradaban manusia sejak zaman dahulu. Tidak ada catatan pasti tentang kapan hoax pertama dibuat oleh manusia. Wajar saja karena tidak penting juga untuk mengetahui hal tersebut. Namun, yang kamu perlu tahu dan sadari adalah bahwa berita bohong atau hoax benar-benar memiliki kekuatan dan efek yang merusak. Informasi palsu dapat membawa banyak kerugian dan bisa sangat mematikan di beberapa kasus seperti yang terjadi di masa pandemi yang lalu.
Di tahun 2020 sampai tahun 2022 awal, dunia menghadapi pandemi yang diakibatkan oleh virus covid-19. Selama periode itu, banyak sekali hoax beredar di dunia maya. Salah satu hoax yang membuat penulis merasa geram kala itu adalah ada sebuah sumber informasi yang mengatakan bahwa “covid-19 hanyalah akal-akalan pemerintah saja”. Nahasnya, banyak sekali yang percaya dan akhirnya menganggap pendemi tidak ada.
Alhasil, ketika pemerintah sibuk membuat program-program penanggulangan, terjadi perpecahan di tengah masyarakat. Sebagian percaya dan sisanya tidak percaya bahkan mencibir. Hal itu sedikit-banyak berpengaruh pada jumlah korban akibat pandemi. Entah berapa banyak orang yang harus meregang nyawa karena percaya pada kebohongan tersebut.
Hoax Adalah Kepalsuan yang Disengaja
Hoax ada karena dia diciptakan oleh manusia. Manusia sebagai makhluk berakal adalah pelaku dibalik keberadaan hoax. Manusia menciptakan dan menyebarkan berita palsu dengan berbagai tujuan. Tentu saja, tujuan utamanya adalah demi mendapatkan keuntungan bagi kelompok atau individu. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila muncul sebuah kabar berita palsu yang isinya seakan menguntungkan pihak tertentu saja.
Ketika pandemi covid-19 lalu, ada sebuah hoax viral berisi kabar bahwa ada sebuah merk susu tertentu yang katanya mampu menangkal penyebaran virus atau obat cacing yang bisa mengobati pasien covid. Jika ditelaah dan dipikirkan baik-baik dengan logika yang sehat, maka baik susu dan obat cacing sama sekali tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap si virus.
Sayangnya, masyarakat kita telanjur tertelan hype dan memborong semua produk yang katanya bisa mengobati covid. Pada akhirnya, kabar bohong hanya menguntungkan beberapa pihak.
Hoax Sangat "Lezat" untuk Dipercaya
Mengapa hoax sangat mudah dipercaya?
Tidak ada alasan istimewa. Hanya saja, kabar palsu memang sering dihiasi oleh berbagai hal bombastis dan luarbiasa. Too good to be true. Setiap kata-katanya mengandung kekuatan untuk membangkitkan emosi pembacanya. Pengemasan yang rapi dan menarik seperti itu pula lah yang menjadikan hoax layaknya makanan lezat yang sulit ditolak.
Ada beberapa alasan lain yang ikut mendukung penyebaran hoax khususnya di Indonesia. Faktor-faktor tersebut datang dari manusia Indonesia itu sendiri di antaranya, tidak mengecek ulang, mudah terpancing oleh emosi, kurang berpengetahuan, logika dan cara berfikir yang belum benar.
(1) Tidak melakukan pengecekan ulang
Tanya pada dirimu sendiri. Apakah ketika kamu menerima sebuah kabar atau informasi di media sosial kamu mengecek kebenarannya? Penulis tidak menyuruh siapapun untuk bertindak paranoid atau skeptis berlebihan. Hanya saja, celah inilah yang sering luput dari perhatian banyak orang. Kalaupun sekiranya memang malas untuk mengecek, maka jangan pula disebarkan selama kabar tersebut tidak terbukti kebenarannya.
(2) Mudah terpancing oleh perasaan dan emosi
Mau diakui atau tidak, bangsa kita mudah dipancing emosinya. Daripada mendahulukan logika, kita malah mendahulukan perasaan untuk menimbang setiap permasalahan. Terlebih jika isu-isu yang muncul berkaitan dengan politik dan agama. Dua genre isu yang selalu terulang sepanjang tahun selama negara demokrasi ini berdiri. Apalagi ketika pemilu hendak dilaksanakan, pasti hoax tentang isu-isu politik & agama akan bermunculan.
(3) Kurang pengetahuan
Tidak ada manusia yang mampu menguasai semua bidang ilmu pengetahuan. Penulis pun begitu. Maka untuk menutup celah kurangnya pengetahuan, manusia harus terus belajar. Kalaupun merasa buntu, bertanyalah pada orang yang ahli di bidangnya bisa menjadi solusi.
(4) Logika dan dasar cara berfikir yang belum benar
Perlu bukti?
Coba sebutkan berapa banyak warga indonesia yang masih mempercayai peranormal, dukun atau yang semacamnya. Penulis kira jumlahnya tidak akan bisa dihitung jari saking banyaknya. Segelintir orang bahkan lebih banyak percaya kata-kata dukun dibanding para ahli (dokter dsb).
Mereka lebih percaya pada pesugihan dibanding belajar ilmu keuangan atau mencari mentor ketika ingin mengembangkan usaha. Ada pula yang lebih yakin pawang hujan ketimbang prakiraan cuaca dari BMKG atau lebih mendengarkan isi ramalan padahal mengaku beragama.
Meskipun begitu, penulis juga yakin bahwa banyak pula warga Indonesia yang telah berfikir maju dan telah meninggalkan pemikiran yang tidak masuk akal tersebut. Bangsa ini perlu banyak-banyak merenung dan berfikir secara rasional dan sehat.
Hoax dalam Kehidupan Manusia
Hoax tidak akan menghilang selama peradaban manusia masih ada. Keberadaan kabar bohong seakan menjadi sebuah bagian di dalam sejarah yang kita bangun. Dari waktu-waktu hoax terus berubah wujud dan bertransformasi, bermula dari lisan ke lisan, media tulis-menulis, surat kabar, dan lain-lain sampai akhirnya menjadi digital seperti sekarang. Entah seperti apa media transmisi hoax kedepannya.
Hoax akan terus mengikuti kemana kaki kita melangkah. Selama ambisi, hasrat, dan nafsu masih ada di dalam dada, manusia akan terus memproduksi hoax demi keuntungannya. Sekalipun nanti peradaban memasuki era digital atau yang lebih maju lagi, kabar palsu dan bohong akan terus hadir.
Daripada terus-terusan menyalahkan para pembuat hoax yang tidak jelas siapa, lebih baik memperbaiki cara kita menyikapi sebuah informasi agar tidak terjebak dalam kubangan informasi palsu.